Pelik! Tradisi Pertandingan Laga Kepala Manusia
Info Pelik. Bagi warga Bima, Nusa Tenggara Barat, musim menuai adalah waktu yang membahagiakan. Bagi mereka perayaan musim menuai ini dilakukan dengan sebuah tradisi unik yang disebut Entubu. Entubu adalah tradisi laga kepala manusia.
Tradisi entubu atau laga kepala ini merupakan tradisi peninggalan nenek moyang warga Bima di Pulau Sumbawa.
Tradisi ini hanya ada di daerah dataran tinggi Kecamatan Wawo dan hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu yang sudah dibekalkan ilmu kesaktian atau dari keturunan prajurit Kesultanan Bima.
Tidak menghairankan memang jika para peserta tergolong dari orang kuat dan nekad. Tanpa rasa sakit mereka melagakan kepala satu sama dengan yang lain.
Dalam ritual entubu ini para peserta yang jumlahnya empat hingga enam orang diiringi oleh muzik khas warga Bima dan seorang penyanyi hikayat perempuan yang dengan suara khasnya membacakan mantra-mantra.
Sebelum melakukan ritual entubu, para peserta yang dipimpin oleh seorang dalang atau pemuka terlebih dulu dibekali ilmu kesaktian oleh si dalang.
Seperti orang kena rasuk, mereka yang sudah dibekalkan ilmu ini lantas menari-nari mencabar lawannya untuk beradu kepala.
Kasim salah seorang pemandu atau dalang mengungkapkan, untuk melakukan upacara entubu ini ia terlebih dulu harus berpuasa sehingga tiga hari untuk mengetahui waktu dan mendapatkan kesaktian bagi para pengadunya.
Tradisi entubu yang unik ini memang sudah jarang dilakukan dan jarang ditemui lagi di bandar Bima.
Namun belakangan ini, Pemuda setempat menaikkan kembali tradisi ini dikembang dan dilestarikan dengan membina beberapa sanggar kesenian .
[Sumber]
Tradisi entubu atau laga kepala ini merupakan tradisi peninggalan nenek moyang warga Bima di Pulau Sumbawa.
Tradisi ini hanya ada di daerah dataran tinggi Kecamatan Wawo dan hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu yang sudah dibekalkan ilmu kesaktian atau dari keturunan prajurit Kesultanan Bima.
Tidak menghairankan memang jika para peserta tergolong dari orang kuat dan nekad. Tanpa rasa sakit mereka melagakan kepala satu sama dengan yang lain.
Dalam ritual entubu ini para peserta yang jumlahnya empat hingga enam orang diiringi oleh muzik khas warga Bima dan seorang penyanyi hikayat perempuan yang dengan suara khasnya membacakan mantra-mantra.
Gerakan memans badan sebelun acara di lakukan
Sebelum melakukan ritual entubu, para peserta yang dipimpin oleh seorang dalang atau pemuka terlebih dulu dibekali ilmu kesaktian oleh si dalang.
Seperti orang kena rasuk, mereka yang sudah dibekalkan ilmu ini lantas menari-nari mencabar lawannya untuk beradu kepala.
Kasim salah seorang pemandu atau dalang mengungkapkan, untuk melakukan upacara entubu ini ia terlebih dulu harus berpuasa sehingga tiga hari untuk mengetahui waktu dan mendapatkan kesaktian bagi para pengadunya.
Tradisi entubu yang unik ini memang sudah jarang dilakukan dan jarang ditemui lagi di bandar Bima.
Namun belakangan ini, Pemuda setempat menaikkan kembali tradisi ini dikembang dan dilestarikan dengan membina beberapa sanggar kesenian .
[Sumber]